![Sari, 'Dokter Monyet' yang Rela Pertaruhkan Nyawa Demi Primata](https://id1.dpi.or.id/uploads/images/2025/02/image_750x395_67a83dd733f6f_1.jpg)
Lombok Tengah, NTB – Namanya Sari, perempuan asal Jakarta yang kini menetap di Lombok dan Bali, bersama suaminya yang berkebangsaan asing. Sejak kecil, Sari sudah jatuh cinta pada primata, khususnya monyet. Kecintaannya bukan sekadar hobi, tetapi panggilan hidup.
Tak hanya menyayangi, Sari mendalami ilmu primatologi—bidang yang mempelajari mamalia selain manusia seperti monyet, kera, gorila, dan orangutan. Berkat keahliannya, ia kini dikenal sebagai "Dokter Monyet", sosok yang memahami setiap perilaku dan kebutuhan satwa ini.
Kecintaan Sari terhadap monyet tak berhenti pada teori. Pada tahun 2020, ia mendirikan Bali Monkey Rescue ( yg sebelum nya bernama Pantara sejak tahun 2000) , sebuah yayasan yang berfokus pada penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasan kembali monyet ke habitat alaminya.
Di yayasan tersebut, monyet-monyet yang terluka, sakit, atau mengalami trauma akibat perburuan dan pemeliharaan ilegal mendapatkan perawatan intensif Layaknya manusia yang kecanduan narkoba memerlukan rehabilitasi, monyet-monyet ini juga membutuhkan pemulihan sebelum kembali ke alam.
Yayasan ini memiliki tenaga ahli yang paham betul cara menangani primata. Semua kebutuhan monyet tersedia, mulai dari makanan, perawatan medis, hingga terapi perilaku untuk mengembalikan insting alaminya
Saat ditemui wartawan indonesiasatu.co.id di kediamannya, Villa Jenny di Mandalika, Jumat (07/02/2025), Sari berbagi kisahnya Setiap kali bepergian, ia selalu membawa bekal di kendaraannya—bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk monyet yang ditemuinya di jalan atau yang dipelihara masyarakat dalam kondisi mengenaskan
"Saya sering melihat monyet dikurung dalam kandang sempit, tanpa makanan, tanpa air. Hati saya meronta ingin menyelamatkan mereka, " ujar Sari dengan mata berkaca-kaca.
Tak jarang, ia nekat mengambil risiko demi menyelamatkan seekor monyet. "Kalau nyawa saya harus dipertaruhkan demi keselamatan mereka, saya siap!" tegasnya.
Namun, perjuangan Sari kerap terbentur oleh minimnya respons dari pihak berwenang. Ia kecewa terhadap Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Lombok Tengah, yang menurutnya tidak cukup tegas menegakkan aturan
Padahal, Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sudah jelas melarang pemeliharaan satwa liar, termasuk monyet Pasal 21 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang dilarang memelihara satwa liar tanpa izin.
Menurut Sari, ada beberapa alasan kuat mengapa monyet tidak boleh dipelihara oleh masyarakat umum:
Monyet memiliki kebutuhan khusus yang hanya bisa terpenuhi di alam liar.
Monyet adalah hewan sosial yang hidup dalam kelompok, sehingga pemeliharaan individu dapat menyebabkan stres dan gangguan mental.
Monyet bisa berbahaya bagi manusia, terutama jika merasa terancam.
Monyet dapat membawa penyakit zoonosis yang dapat menular ke manusia.
Banyak monyet yang dipelihara berasal dari perdagangan ilegal dan perburuan liar, yang merusak keseimbangan ekosistem.
Sari berharap kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan satwa semakin meningkat. Baginya, monyet bukanlah hewan peliharaan, melainkan bagian dari alam yang harus dihormati dan dilindungi.
Dengan semangat yang tak padam, ia berjanji akan terus berjuang, menyelamatkan monyet satu per satu—meski harus mempertaruhkan nyawanya. (Adb)